13 Desember 2010

Senin, 13 Desember 2010 » 1

Kemarin. Panas sengatan dari entup matahari tidak begitu ganas seperti biasanya. Cenderung malah tersipu malu. Sebuah lembar pewarta harian aku buka di selembar sebelum terakhir. Tajuknya mengatakan, akan ada kumpul massa besar di DPRD di esok hari. Otakku langsung mengoprak berkas-berkas ingatan yang masih tersisa dari berita sehari-hari. Tentang keistimewaan Jogja yang sedang digaruk-garuk oleh penguasa. Kenapa? Apa karena gak berdaya nggaruk-garuk yang lain macam Gayus ama Century, kemudian mengalihkan ke yang lain? Selalu seperti inikah trik dari rezim-rezim yang pernah berkuasa di Indonesia? Yang jelas aku harus merencanakan dengan sematang-matangnya rute mana yang yang harus aku lalui di esok hari demi menghindari gegap gempita tersebut.

Hari ini. 13 Desember 2010. Malioboro demikian lengang dengan tidak beraktivitasnya toko-toko di sepanjang Malioboro demi menghormati iring-iringan massa pendukung penetapan menuju sidang di DPRD. Rute dalan tikus adalah rute terfavorit yang aku tempuh demi menuju ke kantor. Dengan sedikit muter-muter di dalam area Pasar Beringharjo, akhirnya sampai jugalah aku di kantor. Fiuh...belum macet ternyata. Selang waktu seusai menjejalkan pantatku ke kursi kuli, mbuka lepi lalu bermain aksara, jam di lepi telah menunjukkan pukul 11 waktu setempat. Terdengar sayup-sayup yel yel dan sorakan dari iring-iringan. Dengan penuh semangat, segera kulangkahkan kaki sedikit berlari menuju jalan besar Malioboro. Ci..luk..baa...

Salut. Ini adalah sebuah iring-iringan termegah, untuk menuntut sesuatu dari pemerintah, yang berjalan tertib dan tanpa arus kemarahan. Dan ini adalah sebuah suasana dan aura demo yang 'aneh' ketika ada ibu-ibu tua dari desa, bapak-bapak berbusana adat jawa, para petani dengan peci dan blangkonnya, waria, anak-anak jalanan hingga para Polisi yang terlihat murah senyum, beriringan santai tanpa aura kemarahan, tanpa suasana kerusuhan serta hiruk pikuk seperti yang biasa aku lihat di Jakarta atau tempat lain. Bahkan pedagang asongan yang turut menjajakan dagangannya, para pemulung yang mengambil gelas-gelas plastik air mineral ataupun para pengguna jalan yang hendak menyeberang jalan pun tetap dihormati serta tidak dibentak-bentak. Hal ini sendiri sudah merupakan salah satu sisi keistimewaan Jogja dari sisi-sisi istimewa yang lain.

Terharu. Ini adalah wujud guyup rukunnya warga Jogja manakala daerahnya diobok-obok oleh manusia lain yang sayangnya sama sekali tidak mengetahui asal muasal sejarah mengenai keistimewaan Jogja. Tidak mengerti dengan tidak ingin mencoba mengerti adalah 2 hal yang tentunya sangat berbeda. Sama aja dengan tidak belajar dan tidak ingin belajar. Sebuah iringan massal sebagai bentuk kepedulian masyarakat Jogja terhadap daerahnya. Dan kemuakan rakyat kepada pemerintah sepertinya sudah sedemikian parah hingga munculnya Sidang Rakyat ini.  Kemuakan pada sistem pemerintahan yang semena-mena, kemuakan pada dewan-dewan yang selalu saja mengatasnamakan rakyat demi mengeruk keuntungan dari duit negara, dan masih banyak lagi. Juga kepada manusia-manusia Jogja yang telah ‘nyaman’ duduk di istana atau di parlemen sebagai perwakilan dari partai yang mengambil nama dari anti-monarki, yang hingga sampai saat ini lebih memilih ‘bungkam’ daripada harus eyel-eyelan dengan juragan partainya sendiri yang lebih memilih mancal ke Surabaya untuk dodolan bacot tentang kemenangan Timnas. Waaakakakaka....

Bagaimanapun juga Jogja harus tetap kompak dan solid. Jogja tetap istimewa dipandang dari sudut manapun. Jogja istimewa dari segala sudut pandang, tidak hanya gubernur saja. Tata krama, guyup rukun, tepo seliro, dan masih banyak lagi keistimewaan Yogyakarta yang tidak bisa kita jumpai di sidang paripurna DPR atau sidang-sidang lain yang selalu saja mengatasnamakan rakyat demi untuk mengeruk keuntungan bernama uang.

"Djokjakarta mendjadi termasjhur oleh karena djiwa - kemerdekaannya. Hidupkanlah terus djiwa - kemerdekaan itu!" Soekarno 28/12 '49

Sakisaku

Anda sedang membaca 13 Desember 2010 di "under the brain".

It's About

» 1 Response to “13 Desember 2010”

Leave a Reply

sakisaku